

Jawapostnews.co.id Jakarta – Awan kelabu menyelimuti langit pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Jakarta. Setelah desakan keras dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK) terkait dugaan korupsi triliunan rupiah oleh pengusaha Fredie Tan dan jaringan perusahaan miliknya, kini muncul babak baru yang lebih mengkhawatirkan: dugaan keterlibatan sejumlah mantan pejabat penting DKI dari masa ke masa.
Berdasarkan dokumen investigasi yang dikantongi KOMPAK dan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jaringan bisnis Fredie Tan telah bercokol sejak awal tahun 2000-an—di era kepemimpinan gubernur-gubernur terdahulu. Tiga BUMD strategis, yaitu PT Jakarta Propertindo, PD Pasar Jaya, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, menjadi ladang subur bagi praktik kerja sama tanpa transparansi dan dugaan mark-up serta penjualan aset dengan harga jauh di bawah nilai pasar.
Gabriel Goa, Ketua KOMPAK, mengungkap bahwa praktik ini tidak berdiri sendiri.
“Ada dugaan kuat bahwa selama dua dekade ini, jaringan bisnis Fredie Tan didukung oleh sejumlah oknum dalam lingkar kekuasaan, termasuk pejabat tinggi BUMD, pihak kejaksaan, bahkan tokoh politik yang kini duduk di kabinet,” tegasnya.
Aset Rakyat Dijual Murah, Uang Negara Terbang
KOMPAK menyebut bahwa beberapa aset vital yang seharusnya dikelola untuk kepentingan rakyat justru berpindah tangan secara diam-diam. Misalnya, Hotel Permata Indah dan pasar HWI/Lindeteves disebut dilego melalui skema kerja sama ‘abu-abu’ yang diduga merugikan negara miliaran rupiah. Belum lagi proyek-proyek properti di kawasan Pluit, Kamal Muara, Pulomas, dan Ancol, yang kini menjadi pusat kepemilikan perusahaan swasta.
“Ini bukan hanya soal penyimpangan administratif, tapi pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” lanjut Gabriel.
Skema Terstruktur dan Tersembunyi
Gabriel juga menyebut bahwa modus korupsi yang dilakukan oleh jaringan Fredie Tan sangat rapi dan sulit terdeteksi. “Mereka menggunakan perusahaan-perusahaan boneka, menyembunyikan aset lewat nominee, dan menyamarkan aliran dana lewat transaksi berlapis,” katanya.
Investigasi KOMPAK menemukan indikasi bahwa sebagian pejabat di lingkungan BUMD bahkan diduga menerima insentif dalam bentuk properti atau saham dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Fredie Tan.
Dulu Tersangka, Kini Lepas?
Yang lebih menggemparkan, Fredie Tan pernah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2014 dalam kasus serupa. Namun, kasus itu dihentikan secara misterius. “Kami menduga ada peran dari dalam lembaga penegak hukum sendiri yang justru melindungi pelaku. Beberapa nama disebut bahkan duduk sebagai komisaris di perusahaan milik Fredie Tan,” ujar Gabriel.
KOMPAK Desak KPK Bentuk Tim Khusus
Dengan bobot skandal ini, KOMPAK secara tegas mendesak KPK membentuk tim khusus investigasi BUMD DKI, serta membuka kembali seluruh berkas penyidikan lama yang pernah ditutup tanpa alasan transparan.
“Jika ini tidak segera diusut, maka korupsi model seperti ini akan menjadi preseden berbahaya bagi seluruh Indonesia. Negara harus menunjukkan bahwa tidak ada satu pun pengusaha atau pejabat yang kebal hukum,” tegas Gabriel.
Publik Menyaksikan, Rakyat Menunggu
Masyarakat Jakarta kini membuka mata. Di tengah persoalan ekonomi, inflasi pangan, dan krisis perumahan rakyat, berita tentang aset negara yang diduga digelapkan untuk kepentingan pribadi ini menjadi pil pahit.
“Bayangkan, aset strategis negara dikuasai satu jaringan sejak 2002, lalu rakyat disuruh bersabar hidup di rusun-rusun sempit yang mereka sendiri bantu bangun untuk kepentingan bisnis!” ucap Gabriel dengan nada tinggi.
Akhirnya, Gabriel menutup siaran persnya dengan peringatan keras:
“Kami tidak akan berhenti. Jika KPK diam, rakyat akan bergerak. Jakarta bukan untuk para koruptor!”
Editor: Ismail
