GEGER, Korban Kekerasan Seksual Anak di Bawah Umur Hingga Melahirkan: Keluarga Korban Tuntut Keadilan Melalui Kantor Hukum SM dan Partner

June 4, 2025 Hukum

Jawapostnews.co.id, Kabupaten Tangerang – Dugaan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali mencuat di Kabupaten Tangerang. Seorang gadis berinisial MI (15 tahun) menjadi korban tindak asusila yang diduga dilakukan oleh seorang pria berinisial DNSY, yang dikenal dengan nama panggilan Ar.Pelaku merupakan anak dari inisial H.J., pemilik lembaga pendidikan ternama di Tangerang.

Sugiyanto yang akrab Di panggil Tomy ( Pimpinan Kantor HUKUM SM & Partners ) Membenarkan Bahwa ada Sekelurga yang mengaku Keluarga Korban yang datang kekantor dengan Meminta Bantuan Untuk Menuntut Keadailan, Berdasarkan keterangan dari pihak keluarga korban, peristiwa tersebut terjadi sebanyak dua kali dalam dua bulan yang berbeda. MI, yang saat itu masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Tangerang, mengalami trauma berat, terutama setelah diketahui bahwa dirinya hamil akibat perbuatan bejat yang diduga dilakukan oleh Ar.ini, pada tanggal 12 Mei 2025, MI telah melahirkan seorang bayi perempuan.

Peristiwa tragis ini bermula pada 27 Juli 2024, MI, seorang remaja, diperkenalkan oleh temannya, Amel, di sebuah tempat hiburan malam (Dugem) di Citra Raya, Kecamatan Cikupa. Di sana, Aml. menawarkan minuman beralkohol kepada MI dan mereka berbincang sebentar. Setelah pertemuan itu, masing-masing meninggalkan tempat tersebut, Ar mengajak MI untuk membeli makan. Namun, ajakan tersebut hanyalah tipu muslihat, di tengah perjalanan, mobil yang mereka tumpangi berhenti, dan Ar

memaksa melakukan tindakan asusila terhadap MI di dalam mobil. MI sempat berontak, namun tidak berhasil menghindar dari perbuatan tersebut.

Sekitar satu bulan setelah peristiwa pertama, Ar kembali menghubungi MI melalui pesan WhatsApp dan mengajaknya untuk bertemu. Pada awalnya, MI menolak ajakan tersebut karena masih merasa takut akibat kejadian yang sebelumnya dilakukan oleh Ar, Namun, Ar berusaha meyakinkan MI dengan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Ia juga menyampaikan bahwa pertemuan tersebut akan didampingi oleh temannya yang bernama Nando.

Karena kepolosan dan keluguannya, MI akhirnya menerima ajakan tersebut, dengan syarat ia didampingi oleh temannya, Dinda. Ar sempat mengiming-imingi MI dengan uang sebesar Rp500.000, namun MI mengaku tidak pernah menerima uang tersebut. Pertemuan mereka berlangsung di lobi Hotel Samanea, yang berlokasi di Kedaton, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, pada bulan Agustus 2024. Di lokasi tersebut, Ar menyediakan minuman beralkohol yang kemudian dikonsumsi bersama.

Setelah beberapa waktu, Dinda mengajak MI untuk pulang. Mereka pun diantar kembali ke rumah masing-masing. Namun, setelah mengantarkan Dinda pulang, Ar kembali mengajak MI ke Hotel Samanea. Karena merasa takut, MI memohon agar diantarkan pulang. Meskipun demikian, Ar terus membujuknya. Atas bujukan tersebut, MI meminta agar ditemani oleh temannya yang lain, yaitu Lilis. Permintaan tersebut disetujui, dan Lilis pun tiba di Hotel Samanea menggunakan layanan transportasi daring (Grab). Seperti sebelumnya, mereka kembali berbincang di lobi hotel.

Beberapa menit kemudian, Nando mengajak MI dan Lilis menuju salah satu kamar hotel. Karena ketidaktahuan mereka mengenai maksud sebenarnya, MI dan Lilis mengikuti ajakan tersebut. Namun, sesampainya di dalam kamar, Ar meminta Lilis dan Nando untuk keluar. Ketika MI berusaha menyusul Lilis keluar dari kamar, Ar justru mendorong MI ke atas kasur dan kembali melakukan tindakan asusila terhadapnya.

MI, seorang remaja perempuan yang menjadi korban dugaan pelecehan, bahwa ia mengatakan sempat tinggal di sebuah kontrakan karena merasa malu dengan kondisi yang dialaminya. “Saya sempat tinggal di kontrakan, karena saya merasa malu. Dalam masa itu, Donal teman Ar kasih uang kepada saya melalui via transfer ke rekening teman saya sebesar Rp 3 juta dan menyuruh saya menggugurkan kandungan, tapi saya tidak melakukan pengguguran,” ucap MI dengan nada lirih. Ia menambahkan bahwa uang Rp 3 juta tersebut digunakan untuk kebutuhan selama tinggal di kontrakan.

Keluarga korban baru menyadari kejanggalan ketika melihat perubahan fisik dan psikologis MI setelah beberapa bulan. Kekhawatiran mereka terbukti setelah menjalani pemeriksaan medis, diketahui bahwa MI sedang mengandung. “Kami sangat terpukul. Anak kami masih kecil, masa depannya hancur karena perbuatan biadab ini,” tegas ibu korban dengan mata berkaca-kaca.

Menindaklanjuti kasus yang menimpa MI, pihak keluarga korban melalui ayah kandungnya telah menunjuk Asep Sandi Brata sebagai pendamping hukum dalam upaya mencari keadilan. Namun, proses mediasi yang ditempuh justru menimbulkan tanda tanya. Keluarga mengaku mendapat tekanan saat diminta menandatangani surat pernyataan damai. Asep dikabarkan mendatangi kediaman MI pada tengah malam, sekitar pukul 12.00 WIB, dan meminta tandatangan tanpa memberi waktu untuk membaca isi dokumen.

“Saya tandatangan surat pernyataan itu, dan saya boro-boro mau baca isi surat pernyataannya, Pak, karena saya ngantuk sekali. Asep cuma bilang, ‘Tenang saja Bu, semuanya beres’,” jelas ibu MI.

Diketahui, dari hasil mediasi bahwa pihak pelaku, Ar, telah menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp 150 juta kepada Asep. Namun demikian, MI selaku pihak korban hanya menerima Rp 40 juta, sementara sekitar Rp 67 juta disebut telah diserahkan kepada ayah kandung MI. Hingga saat ini, keluarga korban masih mempertanyakan keberadaan sisa dana yang belum jelas penggunaannya.

Bapak tiri MI, Bosky, menyatakan bahwa Asep pernah mengatakan beberapa isi poin dalam pernyataan tersebut akan ditanggung, termasuk biaya persalinan. Namun, hingga saat ini, Ar belum menunjukkan tanggung jawabnya. “Mana tanggung jawabnya?” tegas Bosky. Ia menambahkan bahwa Ar malah meminta tes DNA, padahal sebelumnya sudah mengakui perbuatannya.

Atas kejadian tersebut, MI dan keluarga berencana melaporkan kasus ini ke unit PPA Polda Banten dan akan didampingi oleh kuasa hukum dari Kantor Hukum SM & Partners, Sugiyanto. S.H.,M.M.,C.Me .yang biasa disapa Tomy

“Dalam UU Perlindungan Anak, korban berhak mendapatkan perlindungan hukum, pendampingan psikologis, serta pemulihan secara medis dan sosial. Negara berkewajiban hadir untuk menjamin hak-hak tersebut,” ungkap Tomy

Akibat peristiwa ini, MI mengalami trauma berat yang berdampak pada kondisi psikologisnya. MI juga terpaksa putus sekolah karena kondisi mental yang terganggu. Pihak keluarga berharap agar kasus ini ditangani dengan serius dan Ar diberikan sanksi yang setimpal.

Tak hanya itu, mereka juga menuntut pertanggungjawaban penuh dari Ar. termasuk kewajiban memberikan nafkah dan hak waris, apabila terbukti bahwa anak yang dikandung MI adalah anak biologis dari Ar.

 

Jurnalis: Wawan N | Editor: Ismail

Author :
RELATED POSTS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *