

Kapuas, Kalimantan Tengah – Jawapostnews.co.id , Kegiatan penambangan emas ilegal di kawasan Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, kian menjadi sorotan tajam publik. Aktivitas tambang yang diduga berlangsung tanpa izin resmi ini telah merusak ratusan hektar kawasan hutan sejak 2021 dan hingga kini belum tersentuh oleh hukum.
Sumber lapangan yang berhasil diwawancarai tim media menyebutkan bahwa kegiatan penambangan ilegal tersebut diduga kuat dikendalikan oleh seorang pemilik alat berat bernama Anggau, yang akrab disapa AG atau Pa Nenot. Lokasi utama tambang berada di kawasan Mantaring, Kecamatan Mantangai. Ironisnya, meski sudah berjalan selama lebih dari tiga tahun, belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
“Tambang itu beroperasi siang malam tanpa henti, tanpa ada rasa takut terhadap hukum. Luas lahannya sekitar 300 hingga 400 hektare, dan kini semuanya hancur. Hutan habis, sungai rusak, dan lingkungan tak lagi bersahabat,” ujar salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Diduga Diberi “Payung” Oknum Kuat
Kecurigaan masyarakat mencuat bahwa keberlangsungan tambang tersebut bukan tanpa “bekingan”. Aktivitas penambangan yang terus berjalan tanpa hambatan diduga mendapat perlindungan dari oknum tertentu. “Mereka ini seperti kebal hukum. Sudah diberitakan berkali-kali, tapi tetap tidak ada tindakan. Harusnya aparat segera turun, jangan hanya jadi simbol keadilan,” tegas H., salah satu warga yang juga menjadi narasumber.
Lebih jauh lagi, narasumber menduga kuat bahwa aparat sebenarnya mengetahui tindakan ilegal ini, namun sengaja membiarkannya. “Pertanyaannya, apakah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Ini yang harus diusut tuntas,” sambungnya.
Dampak Lingkungan: Banjir Tahunan dan Kerusakan Ekosistem
Bencana banjir tahunan yang melanda Desa Moroi dan wilayah sekitar disebut sebagai dampak dari aktivitas penambangan ilegal tersebut. Perusakan struktur tanah, penggundulan hutan, dan polusi aliran sungai diduga memperparah kondisi alam.
“Setiap tahun kami kebanjiran. Dulu tidak separah ini. Sejak tambang itu aktif, udara semakin sering meluap dan lama surutnya. Ini jelas akibat kerusakan alam yang masif,” ungkap warga lainnya dengan nada kecewa.
Dugaan Penganiayaan oleh Anak Pemilik Tambang
Tak hanya berhenti pada perusakan lingkungan, isu lain juga disebutkan. Anak dari AG alias Pa Nenot diduga terlibat dalam kasus interpretasi terhadap seorang pekerjanya (Helper). Tragisnya, hingga kini kasus tersebut belum tersentuh oleh proses hukum.
“Korban dianiaya, tapi tak ada tindakan hukum. Bahkan permintaan maaf pun tidak pernah keluar dari pihak keluarga. Ini jelas bukti bahwa hukum sedang dipermainkan,” ujar narasumber.
Desakan Penutupan Tambang dan Penegakan UU Minerba
Kegiatan pertambangan tanpa izin ini jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), serta potensi pelanggaran hukum pidana berlapis. Selain melanggar izin usaha, kegiatan tersebut juga mencakup aspek perlindungan lingkungan, hak pekerja, dan keadilan sosial.
“Sudah saatnya Polda Kalimantan Tengah turun langsung ke lapangan. Jangan biarkan pelaku tambang ilegal seenaknya merusak bumi dan melecehkan hukum. Tutup tambangnya, usut aktor di balik layar, dan selamatkan hutan Kalimantan!” desak warga dengan penuh harap.
AG Masih Bungkam
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi terhadap AG alias Pa Nenot belum membuahkan hasil. Beberapa kali dihubungi, yang bersangkutan tidak memberikan tanggapan, baik secara langsung maupun tertulis.
Redaksi akan terus mengikuti perkembangan kasus ini. Jika Anda memiliki informasi tambahan atau ingin menyampaikan keluhan serupa, silakan hubungi tim investigasi kami.
Jurnalis: irawatie
