

PALANGKA RAYA, Jawapostnews.co.id – Pemerintah Kota Palangka Raya kembali menjadi sorotan publik setelah mengalokasikan hampir Rp1 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025 untuk proyek rehabilitasi bangunan eks Rumah Jabatan Wali Kota. Proyek tersebut dikelola oleh Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disparbudpora) dan kini telah memasuki tahap pengumuman pascakualifikasi tender.
Tender proyek ini tercatat dengan nomor 10041112000 dan diumumkan secara resmi pada 3 Juni 2025. Nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang dicantumkan mencapai Rp995.486.000. Proyek menggunakan sistem gugur dengan metode penetapan pemenang berdasarkan penawaran harga terendah yang memenuhi seluruh persyaratan administrasi dan teknis.
Meski dari sisi regulasi proyek ini sah, namun keputusan penganggaran tersebut memunculkan pertanyaan dari berbagai pihak. Mengapa bangunan eks pejabat kembali menjadi prioritas dalam belanja daerah? Sudahkah seluruh kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi sehingga pembangunan simbol kekuasaan masa lalu lebih diprioritaskan?
Rehabilitasi Berulang, Namun Minim Laporan
Dari penelusuran jejak anggaran sebelumnya, bangunan eks rumah jabatan wali kota ini telah beberapa kali masuk dalam program rehabilitasi. Namun publik tidak pernah disuguhkan laporan yang jelas mengenai hasil atau dampak dari penggunaan dana yang sudah dialokasikan di tahun-tahun sebelumnya.
“Jika bangunan ini memang dimaksudkan sebagai pusat kebudayaan, seharusnya sudah ada aktivitas yang menunjukkan manfaat langsung kepada masyarakat. Nyatanya, yang terlihat hanyalah pagar yang terus tertutup dan bangunan yang tetap kosong,” kata Amelinda Sari, pemerhati anggaran publik.
Ia menekankan bahwa proyek bernuansa budaya tidak boleh menjadi kedok untuk mengalihkan anggaran yang seharusnya bisa menyentuh pelayanan publik langsung seperti perbaikan jalan lingkungan, pengadaan air bersih, dan fasilitas pendidikan.
Dalih Pelestarian Budaya
Menanggapi kritik tersebut, Kepala Disparbudpora Kota Palangka Raya, Ariyanto, membenarkan bahwa rehabilitasi bangunan eks rumah jabatan wali kota merupakan bagian dari program pelestarian warisan budaya. Menurutnya, gedung tersebut telah ditetapkan sebagai situs bernilai historis yang penting bagi identitas kota.
“Kami ingin menjadikan bangunan ini sebagai pusat aktivitas seni dan budaya. Tidak hanya tempat pameran sejarah, tapi juga ruang edukatif bagi generasi muda,” ujarnya.
Ia mengklaim bahwa setelah proses rehabilitasi selesai, pihaknya berencana menggandeng komunitas kreatif dan sekolah-sekolah untuk mengaktifkan lokasi tersebut. Namun saat ditanya lebih lanjut soal penggunaan anggaran sebelumnya dan progres yang telah dicapai, Ariyanto belum memberikan rincian konkret.
Perlu Audit Terbuka
Akademisi dari Universitas Palangka Raya, Dr. Yusran Taufik, menyatakan bahwa proyek rehabilitasi terhadap bangunan bersejarah memang penting, tetapi harus disertai dengan transparansi dan pelibatan publik.
“Jangan sampai masyarakat hanya jadi penonton dari proyek yang dibangun atas nama mereka. Harus ada audit independen dan pelaporan terbuka soal manfaat nyata dari proyek-proyek ini,” ujar Yusran.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap proyek-proyek berbasis kebudayaan agar tidak terjebak dalam pola pemborosan anggaran yang dibungkus nilai simbolis.
Suara Warga: Libatkan Kami
Warga Kelurahan Panarung, tempat bangunan tersebut berdiri, menyambut baik niat pemerintah untuk melestarikan cagar budaya. Namun mereka berharap proyek itu tak hanya berhenti di tahap pembangunan fisik.
“Kalau memang mau jadi pusat budaya, warga harus diajak terlibat. Bukan cuma sekadar tamu yang numpang lihat. Kami ingin jadi bagian dari kegiatan di sana,” ujar Hermanto, tokoh pemuda setempat.
Kesimpulan: Di Antara Warisan dan Kepentingan Publik
Rehabilitasi rumah eks wali kota Palangka Raya dengan nilai hampir Rp1 miliar memunculkan dilema antara upaya pelestarian sejarah dan keadilan dalam belanja publik. Jika tidak dikelola secara terbuka dan partisipatif, proyek ini berpotensi menjadi simbol elitis—mengutamakan bangunan ketimbang kesejahteraan warga.
Pemerintah Kota Palangka Raya diharapkan menjawab kritikan ini dengan langkah nyata: menyajikan laporan terbuka, melibatkan masyarakat dalam pemanfaatan bangunan, dan memastikan setiap rupiah dari anggaran benar-benar memberi manfaat.
Penulis: irawatie
