

Palangka Raya, Jawapostnews.co.id – Polemik lahan di kawasan Kalampangan kembali mencuat ke publik setelah beredarnya pemberitaan di sejumlah media yang menyebut nama mantan Lurah Kalampangan, Hadi Suwandoyo, sebagai pihak yang diduga memiliki ratusan hektar tanah. Kabar tersebut dengan cepat menyebar di media sosial, memunculkan opini liar, bahkan menuding Hadi sebagai “mafia tanah”.
Namun, melalui surat klarifikasi Nomor: 10/ADV-GRH/SRT/VIII/2025 tertanggal 20 Agustus 2025, kuasa hukum Hadi, Guruh Eka Saputra, S.H., M.H., dari Kantor Hukum GRH Law Office, dengan tegas membantah dan menyebut pemberitaan itu tidak benar, hoaks, dan bernuansa fitnah.
Awal Mula Sengketa Lahan Kalampangan
Dalam keterangannya, Guruh menjelaskan bahwa tanah yang kini dipersoalkan berakar dari program transmigrasi tahun 1980 di wilayah Kalampangan. Saat itu, para warga transmigran membentuk Kelompok Tani Jadi Makmur I dan mulai mengelola lahan berdasarkan Surat Pernyataan Tanah (SPT) yang telah diterbitkan sejak tahun 1997.
Seiring berjalannya waktu, wilayah tersebut mengalami perubahan administratif. Pada tahun 2003, dengan adanya pemekaran Kelurahan Sabaru, muncul kelompok masyarakat baru yang turut mengklaim lahan. Perselisihan klaim inilah yang kemudian menjadi pemicu sengketa tanah hingga kini, bukan karena adanya penguasaan pribadi oleh Hadi.
Kuasa Hukum: Tuduhan Tanpa Dasar dan Konfirmasi
Guruh Eka Saputra menilai, tudingan terhadap kliennya hanya bersumber dari opini sepihak yang tidak pernah dikonfirmasi.
“Apa yang dituduhkan kepada klien kami hanyalah opini. Pemberitaan di beberapa media jelas tidak memenuhi kaidah jurnalistik karena tidak ada konfirmasi terlebih dahulu. Klien kami sangat dirugikan,” tegas Guruh melalui sambungan telepon WhatsApp kepada awak media, Rabu (20/8/2025).
Ia menantang pihak yang menuding Hadi memiliki ratusan hektar tanah untuk membuktikan klaim tersebut secara resmi dengan data dan dokumen hukum yang sah, bukan sekadar “berkoar-koar” di media sosial.
“Kalau memang benar ada bukti kepemilikan lahan sebesar itu, silakan laporkan resmi dan lampirkan dokumennya. Jangan hanya menyebar opini yang berpotensi memicu kebencian. Tuduhan terbuka tanpa dasar dapat dikategorikan sebagai pembunuhan karakter dan pencemaran nama baik terhadap seseorang,” ujarnya.
Tuduhan Disebut Sebagai Karakter Assassination
Menurut Guruh, tuduhan yang beredar selama ini lebih menyerupai upaya untuk membentuk opini negatif publik terhadap Hadi. Ia menegaskan, jika benar ada pihak yang berani melontarkan tuduhan secara terang-terangan tanpa bukti, maka hal itu bisa diproses secara hukum.
“Opini boleh saja, dugaan sah-sah saja. Tetapi ketika tuduhan dilemparkan secara terbuka tanpa bukti, itu masuk kategori pencemaran nama baik. Klien kami tidak bisa menerima hal itu,” tambah Guruh.
Hak Jawab dan Klarifikasi
Melalui surat klarifikasi resmi yang dikirimkan, Guruh berharap media massa dan publik lebih berhati-hati dalam menyikapi isu ini. Ia menekankan bahwa hak jawab ini penting untuk dilihat secara seksama agar tidak terjadi kesalahpahaman yang semakin memperkeruh suasana.
Kasus sengketa lahan Kalampangan sendiri hingga kini masih menjadi polemik berkepanjangan yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat. Namun, nama Hadi Suwandoyo disebut-sebut secara sepihak, padahal faktanya lahan tersebut adalah hasil program transmigrasi puluhan tahun lalu yang kemudian menimbulkan perbedaan klaim pasca pemekaran wilayah.
Dengan adanya klarifikasi ini, kuasa hukum berharap publik tidak lagi terjebak pada opini yang tidak berdasar. Guruh menegaskan akan menempuh langkah hukum jika tuduhan sepihak tersebut terus disebarkan tanpa bukti kuat.
“Jangan sampai perbedaan pandangan soal lahan berubah menjadi fitnah. Klien kami punya keluarga, punya nama baik yang harus dijaga. Kami tidak segan mengambil jalur hukum demi keadilan,” pungkasnya.
Penulis: Irawatie
