

Jawapostnews.co.id, Tangerang – Dugaan pemufakatan jahat antara pihak penggugat dan oknum di Pengadilan Negeri (PN) Kota Tangerang mencuat ke permukaan. Kuasa hukum Abdillah, TB Rudy Ar Elzahro SH, dengan tegas menyatakan bahwa kasus ini penuh dengan kejanggalan yang mencederai asas keadilan.
Pernyataan ini dilontarkan Rudy dalam keterangannya kepada media, menguraikan secara detail berbagai keanehan yang terjadi dalam perkara perdata nomor 1298/Pdt.G/2023/PN Tangerang.
“Kami menduga kuat adanya kolaborasi jahat antara PT Tangerang Matra sebagai penggugat dan oknum di PN Tangerang, termasuk hakim dan panitera. Dugaan ini bukan tanpa dasar. Kami memiliki bukti-bukti kuat yang menunjukkan ketidakberesan dalam proses hukum yang sangat merugikan klien kami,” tegas Rudy. Saat Komperensi Pers. Kamis, (9/1/2025).
Rudy menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari gugatan PT Tangerang Matra terhadap kliennya, Abdillah, Romanih, dan Rosadah, dalam perkara nomor 1263/Pdt.G/2023/PN Tangerang. Dalam gugatan tersebut, PT Tangerang Matra menyampaikan klaim yang dianggap tidak valid, karena alas hak berupa AJB yang mereka gunakan tidak teregistrasi dan diragukan keabsahannya.
Meski demikian, perkara 1263 ditangani dengan baik oleh hakim Kony Hartanto SH,MH, yang dianggap Rudy sebagai sosok bijak dan cermat dalam memutus perkara.
“Hakim Kony Hartanto dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Eksepsi kami diterima dengan baik, dan gugatan PT Tangerang Matra pada perkara 1263 jelas-jelas tidak memenuhi syarat karena data yang mereka gunakan tidak valid,” ujar Rudy.
Namun, permasalahan muncul ketika perkara baru, nomor 1298/Pdt.G/2023/PN Tangerang, diajukan dengan substansi gugatan yang sama dengan perkara sebelumnya (1263/Pdt.G/2023/PN TNG). Dalam perkara 1298, hakim yang memimpin adalah Beslin Sihombing SH.MH, Rudy menilai bahwa penanganan perkara ini sangat tidak profesional dan jauh dari asas keadilan.
“Perkara 1298 ini diputus dengan cara yang di luar nalar. Hakim Beslin Sihombing, tidak bisa membaca berkas perkara dengan baik, sehingga gagal membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Saya berani mengatakan beliau buta hukum dalam menilai perkara ini,” kata Rudy dengan nada keras.
Salah satu kejanggalan yang diungkap Rudy adalah terkait proses pemanggilan kliennya. Dalam perkara 1263, surat panggilan selalu sampai dengan baik ke alamat kliennya di Jalan Jambu, RT 3 RW 1, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang. Namun, dalam perkara 1298, alamat yang sama justru dinyatakan tidak ditemukan di Indonesia.
“Bagaimana mungkin alamat yang sama, yang sebelumnya jelas ada di Indonesia, kini tiba-tiba disebut tidak ditemukan? Ini benar-benar mengada-ada. Kami menduga surat panggilan ini sengaja dipotong di tengah jalan oleh oknum tertentu. Ketika kami melakukan pelacakan, surat tersebut hanya sampai di Kantor Pos Cipondoh dan tidak diteruskan ke alamat klien kami,” ungkap Rudy.
Keanehan lainnya adalah putusan hakim dalam perkara 1298. Menurut Rudy, hakim mengabulkan sebagian gugatan, tetapi isi putusan justru mencakup seluruh permohonan penggugat.
“Putusan ini sangat aneh. Harusnya gugatan ini dinyatakan tidak dapat diterima karena kurang pihak. Namun, hakim tetap memutuskan dengan mengabaikan fakta-fakta yang ada, seperti perbedaan adanya kesalahan dalam batas batas tanah tersebut alas hak Penggugat tidak terdaftar dan teregistrasi PPATS Kecamatan Cipondoh selaku yang menerbitkan,” tegasnya.
Rudy mendesak Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan menyelidiki dugaan gratifikasi dalam kasus ini.
“Kami yakin ada gratifikasi yang melibatkan hakim, panitera, dan oknum lainnya. Jika tidak ditangani, ini akan menjadi preseden buruk bagi sistem peradilan di Indonesia,” tambah Rudy.
Sebagai penutup, Rudy menyampaikan harapannya agar kasus ini menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
“Keadilan harus ditegakkan. Kami tidak akan berhenti memperjuangkan hak-hak klien kami,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi viral dan menuai perhatian publik, mengingat adanya dugaan kuat permainan kotor dalam proses hukum.
Masyarakat berharap aparat hukum dapat bertindak cepat dan tegas untuk menjaga integritas peradilan di Indonesia.
(is/is)
