

Jambi, jawapostnews.co.id — Di tengah gencarnya operasi penertiban terhadap praktik ilegal penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di berbagai wilayah Indonesia, ironi justru terjadi di Jambi. Sebuah gudang penimbunan solar subsidi yang berlokasi di Jalan Lintas Aurduri, Kelurahan Aurkenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, masih beroperasi bebas dan terang-terangan. Gudang tersebut diduga kuat berada di bawah kendali seseorang berinisial Budimn Aritonag, yang disebut-sebut kebal terhadap jerat hukum.
Pantauan di lapangan menunjukkan aktivitas mencurigakan yang berlangsung secara terbuka. Solar subsidi dicampur secara manual dengan minyak mentah di dalam gudang tersebut, lalu didistribusikan ke sejumlah tambang batubara di wilayah Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
“Ini bukan rahasia umum lagi. Kami melihat sendiri truk-truk tangki keluar masuk, tapi tidak pernah ada yang menindak,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya karena alasan keamanan. “Kami khawatir ini akan meledak seperti kejadian beberapa waktu lalu di gudang sebelah. Rumah kami dekat, anak-anak kami bisa jadi korban,” tambahnya dengan nada cemas.
Tak hanya satu atau dua warga, keresahan juga meluas di media sosial. Sejumlah akun lokal Jambi menyuarakan kemarahan dan kekecewaan atas pembiaran yang terjadi.
@jambinewsupdate: “Sudah jelas-jelas melanggar hukum, tapi gudangnya masih buka seperti biasa. Dimana aparat? Atau sudah disuap habis?”
@rakyatjambi: “Kalau masyarakat kecil nyolong BBM setengah liter saja, bisa ditangkap. Tapi ini? Berton-ton solar subsidi dicampur dan dijual, aman-aman saja. Malu kita pada hukum.”
@aurkenali_berita: “Sudah kami laporkan berkali-kali. Bahkan ke Krimsus Polda Jambi. Tapi WA kami tidak dibalas. Ada apa ini?”
Dikonfirmasi melalui WhatsApp, salah satu oknum penyidik di bagian Tipiter Krimsus Polda Jambi dengan inisial Wd tidak memberikan tanggapan, meskipun pesan telah dibaca. Ketidakresponan tersebut memperkuat dugaan publik bahwa ada unsur pembiaran, jika bukan perlindungan terhadap praktik ilegal tersebut.
Padahal, aturan hukum sangat jelas. Berdasarkan Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, setiap pihak yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM subsidi dapat dikenakan hukuman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 60 miliar.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanda-tanda upaya penyegelan, penggerebekan, maupun tindakan administratif apapun dari instansi terkait. Sementara, lokasi gudang hanya berjarak beberapa meter dari permukiman padat penduduk, menjadikannya sebagai bom waktu yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan bencana besar.
Sejumlah warga bahkan menyatakan akan segera melaporkan kasus ini ke Ombudsman RI, serta mendorong Mabes Polri dan Kementerian ESDM untuk turun tangan langsung.
“Kalau aparat lokal tidak sanggup, biar Mabes Polri yang datang. Kami tidak akan diam jika keselamatan keluarga kami terus diabaikan hanya karena kepentingan mafia BBM,” ujar seorang tokoh pemuda Aurkenali, Fathurrahman.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh bukti. Buktikan bahwa hukum di negeri ini masih hidup,” timpal akun media sosial @JambiPeduli dalam unggahannya yang telah dibagikan ribuan kali.
Masyarakat menilai, jika penindakan tidak segera dilakukan, maka hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Keterlibatan “pemain besar” yang diduga menjadi beking aktivitas ini tidak boleh menjadi alasan pembiaran. Sebab jika hukum tunduk pada uang, maka negara telah gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung rakyat.
Gudang BBM ilegal di Aurkenali bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan ancaman serius terhadap keselamatan warga dan integritas hukum negara. Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum wajib hadir membuktikan bahwa hukum masih berdiri tegak dan tidak bisa dibeli oleh mafia energi.
(Apriandi)
