KALTENG TERIMA DBH RATUSAN MILIAR DARI SEKTOR KEHUTANAN: APA KABAR KINERJA DINAS TERKAIT DAN ISU DISKRIMINASI DI LAPANGAN?

July 15, 2025 Hukum

Palangka Raya, JawaPostNews – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menerima kucuran Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor kehutanan senilai sekitar Rp110 miliar, khususnya dari Dana Reboisasi (DR) yang tercatat masuk dari Maret hingga akhir Mei 2025. Dana tersebut dialokasikan untuk mendukung pembangunan daerah, khususnya dalam konservasi hutan dan pemulihan kawasan kritis.

Kepala Dinas Kehutanan Kalteng, Agustan Saining, menjelaskan bahwa dana itu merupakan hasil rekonsiliasi pemerintah pusat dengan daerah. “Tahun ini, dari Maret hingga akhir Mei, sudah dilakukan rekonsiliasi dan tercatat sekitar Rp110 miliar masuk ke Kalteng,” ujarnya pada Minggu, 13 Juli 2025, di Palangka Raya. Agustan juga menyebut, nilai DBH dari sektor kehutanan bersifat dinamis. “Setiap tahun, Kalteng rata-rata menerima sekitar Rp200 miliar hingga Rp250 miliar dari pemerintah pusat,” tambahnya.

Namun di balik angka besar itu, muncul pertanyaan publik yang tak bisa diabaikan: benarkah dana ini akan benar-benar menyentuh persoalan mendasar sektor kehutanan?

Gubernur Sudah Bergerak Sejak Awal

Agustan juga menyampaikan bahwa Gubernur Kalimantan Tengah, H. Agustiar Sabran, sejak April 2025 telah aktif melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Langkah ini dilakukan guna memastikan optimalisasi penerimaan DBH dari sektor kehutanan untuk daerah.

“Pak Gubernur Kalteng sudah lebih dulu melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan KLHK terkait pembagian hasil atas penggunaan kawasan hutan. Bahkan sebelum daerah lain seperti Kalimantan Timur mengambil langkah serupa,” jelas Agustan.

Ia menyebut inisiatif awal gubernur merupakan bentuk nyata kepedulian terhadap potensi pendapatan daerah dari sektor kehutanan. Proses koordinatif itu juga ditindaklanjuti dalam berbagai forum nasional dan regional. Salah satunya dalam pertemuan di Balikpapan, yang belum lama ini juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Kalteng, Edy Pratowo.

Harapan Publik: Transparansi dan Dampak Nyata

Di sisi lain, masyarakat mempertanyakan kejelasan perencanaan dan penggunaan dana tersebut. Dalam konteks kerusakan hutan, konflik lahan, dan lemahnya pengawasan, masyarakat Kalteng berharap dana ratusan miliar itu benar-benar memberi dampak nyata.

“Tanpa rencana kerja yang terbuka dan sistem pengawasan publik yang kuat, dana ratusan miliar tersebut berisiko hanya menjadi angka di atas kertas,” ujar salah satu aktivis lingkungan lokal yang tidak ingin disebutkan namanya. Masyarakat berharap anggaran itu digunakan tepat sasaran, dengan hasil yang langsung terasa bagi konservasi lingkungan, penguatan peran masyarakat adat dan lokal, serta pemulihan kawasan hutan kritis.

Polemik Lain: Tuduhan dan Disinformasi di Lapangan

Di tengah proses distribusi dan pemanfaatan dana kehutanan, mencuat kasus lain yang menyoroti aspek disinformasi, tuduhan palsu, dan dugaan diskriminasi terhadap aktivis lokal. Ketua DPD Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Provinsi Kalteng, Rabut bin Misran Itum, melayangkan laporan resmi kepada Kapolda Kalteng pada 17 Juni 2025.

Dalam laporan bernomor 040/DPD-LAKI-KALTENG/VI/2025, Rabut menjelaskan bahwa ia menerima intimidasi, ancaman, serta dituduh secara sepihak oleh aparat dan sekelompok warga sebagai pelaku perusakan. “Saya diberitahukan oleh Kapolsek Mantangai melalui pesan WhatsApp bahwa saya dilaporkan atas tuduhan tersebut tanpa bukti yang sah,” tulis Rabut.

Tidak hanya itu, pada 9 Juni 2025, beredar video penolakan terhadap dirinya yang menyebar di media sosial dan grup WhatsApp desa. Video tersebut berisi ujaran kebencian dan ancaman, yang dianggap Rabut sebagai bentuk serangan moral dan diskriminasi sosial terhadap dirinya sebagai warga Desa Moroi Raya, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas.

Permintaan Penegakan Hukum dan Perlindungan

LAKI Kalteng mengajukan permohonan kepada aparat hukum agar:

1. Mengusut tuntas pelaku penyebaran fitnah, ujaran kebencian, dan diskriminasi.

2. Memberikan perlindungan hukum kepada Rabut, karena ia merasa terancam dan mengalami tekanan untuk meninggalkan desanya.

Dasar hukum yang digunakan dalam laporan tersebut mencakup:

– Pasal 310 KUHP (Pencemaran Nama Baik)

— Pasal 317 KUHP (Pelaporan Palsu)

– Pasal 372 KUHP (Penggelapan/Dugaan Dusta)

– Pasal 28 Ayat (2) UU ITE (Penyebaran Kebencian)

— UU No. 40/2008 (Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis)

Tantangan Menuju Tata Kelola Dana yang Adil dan Transparan

Kasus Rabut menjadi catatan penting dalam konteks pengelolaan dana kehutanan di Kalteng. Meskipun dana ratusan miliar telah masuk, masih banyak pekerjaan rumah terkait transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan terhadap masyarakat sipil dan penggiat lokal yang kritis.

Dengan keterlibatan aktif Gubernur, Dinas Kehutanan, dan masyarakat sipil, diharapkan Kalteng tidak hanya menerima dana besar, namun juga mampu mengelolanya secara adil dan berdampak langsung bagi kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.

 

 

 

Reporter: Tim JawaPostNews

Author :
RELATED POSTS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *