
JPN.co.id, Kota Jambi – Kasus dugaan lemahnya penegakan hukum di Indonesia kembali mencuat setelah pengeroyokan brutal terhadap enam wartawan dan anggota LSM terjadi di SPBU 24.372.24 Simpang Somel, Bungo. Peristiwa ini viral setelah video dan foto pengeroyokan tersebut tersebar luas di media sosial, memperlihatkan para korban dipaksa membuat pernyataan sepihak oleh pelaku yang diduga sebagai pelangsir penimbunan BBM bersubsidi. Kejadian itu, yang terjadi pada Sabtu, 24 Agustus 2024, membawa sorotan tajam terhadap penegakan hukum terkait penimbunan BBM ilegal di Indonesia.
Dalam laporan resmi kepada Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., Kapolda Jambi Irjen Pol Drs. Rusdi Hartono, M.Si., serta mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) H.D. Muhammad Andika Perkasa, peristiwa ini diungkap sebagai contoh nyata lemahnya kontrol terhadap penimbunan BBM bersubsidi, yang secara jelas diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU Nomor 6 Tahun 2023 yang mengubah UU Nomor 22 Tahun 2001.
Kronologi Kejadian
Salah satu korban yang merupakan wartawan, menceritakan detik-detik kejadian. “Kami sedang sarapan di depan SPBU dan melihat banyaknya mobil tangki modifikasi mengantri untuk mengisi BBM. Spontan, kami mengambil foto dan video. Setelah itu, salah satu teman kami menuju ke SPBU untuk menanyakan keberadaan manajer SPBU,” ujar korban. Menurut petugas SPBU, manajer belum datang dan meminta mereka menunggu.
“Saat kami melanjutkan sarapan, para sopir yang diduga sebagai pelangsir BBM menghampiri kami. Mereka mencari ponsel kami, lalu tiba-tiba kami dikeroyok,” lanjut salah satu anggota LSM berinisial “O”.
Setelah pengeroyokan, korban dibawa ke Polsek Tanah Sepenggal oleh pihak kepolisian untuk diamankan. Namun, alih-alih mendapatkan perlindungan, korban tetap mengalami intimidasi dari para pelaku di Polsek tersebut.
“Kami dipaksa menerima uang Rp1 juta untuk ganti rugi ponsel yang rusak dan mobil yang dirusak, karena jika kami menolak, kami takut dikeroyok lagi. Kami bahkan sempat diancam akan dibakar oleh massa,” ungkap salah satu wartawan berinisial “K”.
Peran APH Setempat Dipertanyakan
Yang lebih mengejutkan, aksi pengeroyokan dan intimidasi ini terjadi di hadapan oknum aparat penegak hukum (APH) setempat yang tidak segera mengambil tindakan. Korban merasa moral dan harga diri mereka dipermalukan oleh tindakan sewenang-wenang tersebut.
“Surat pernyataan yang kami buat terjadi di bawah tekanan dan ancaman. Mirisnya, ini terjadi di depan oknum APH yang seharusnya melindungi kami,” tambah salah satu korban.
Tindakan para pelaku yang diduga terlibat dalam penimbunan BBM ini jelas melanggar Pasal 55 UU Cipta Kerja dan Pasal 40 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023 yang mengatur penimbunan BBM ilegal. Penimbunan BBM subsidi adalah tindak kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat.
Tuntutan Hukum dan Penutupan SPBU
Saat berita ini diterbitkan, para korban sedang membuat laporan resmi ke Polda Jambi, dengan harapan tindakan tegas segera diambil terhadap para pelaku. Mereka juga berharap SPBU Simpang Somel segera ditutup hingga kasus ini selesai diselidiki.
“Kami meminta keadilan ditegakkan. Apa yang kami alami ini adalah pelanggaran serius terhadap hak-hak kami sebagai wartawan dan anggota LSM yang menjalankan tugas jurnalistik dan kontrol sosial,” tegas para korban.
Perlindungan Hukum bagi Wartawan dan LSM
Kasus ini juga menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi wartawan dan LSM yang menjalankan tugasnya. Berdasarkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, setiap tindakan yang menghalangi atau menghambat tugas jurnalistik merupakan pelanggaran hukum. Selain itu, pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama diatur dalam Pasal 170 KUHP, sementara tindakan intimidasi dan ancaman fisik juga masuk dalam pelanggaran pidana berat.
Dengan mengacu pada peraturan yang ada, masyarakat berharap aparat kepolisian, khususnya Polda Jambi, segera menindak tegas para pelaku sesuai norma hukum yang berlaku di Indonesia.
Reporter: Apriandid
Editor: Ismail Marjuki
