

Palangka Raya, Jawapostnews.co.id – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aksi Mahasiswa Cinta Tanah Air menggelar unjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah pada Rabu siang (25/6/2025).
Aksi damai yang berlangsung di tengah terik matahari ini menyita perhatian publik, dengan membawa spanduk dan poster yang menyoroti dua isu strategis: krisis lingkungan akibat tambang nikel di Papua Barat dan ancaman ekologis di tanah Kalimantan Tengah akibat tata kelola tambang yang dinilai buruk.
Dalam orasinya yang bergelora, para mahasiswa menuntut agar Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengambil langkah tegas terkait eksploitasi sumber daya alam yang mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ruang hidup masyarakat adat.
Tuntut Cabut IUP PT Gag Nikel
Isu pertama yang diangkat adalah terkait tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat. Para mahasiswa mendesak pemerintah pusat untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Gag Nikel, perusahaan yang dinilai bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan ketidakadilan ekologis di wilayah kepulauan yang menjadi rumah bagi keanekaragaman hayati dunia.
“Presiden Prabowo harus segera turun tangan. PT Gag Nikel tidak hanya merusak ekosistem Raja Ampat, tapi juga mengkhianati prinsip keadilan sosial bagi masyarakat adat Papua Barat. Kami mendesak pencabutan IUP dan meminta perintah reklamasi wilayah bekas tambang yang telah ditinggalkan tanpa pemulihan,” tegas salah satu orator lapangan, Andi Rahman, koordinator aksi mahasiswa.
Menurut mahasiswa, eksploitasi tambang yang dilakukan tanpa pertanggungjawaban sosial dan ekologis merupakan bentuk kolonialisme modern yang mengorbankan masyarakat lokal demi keuntungan segelintir elit.
Soroti Tata Kelola Tambang dan Deforestasi di Kalteng
Selain menyoroti Papua Barat, para mahasiswa juga menumpahkan kegeramannya terhadap buruknya tata kelola lingkungan di Kalimantan Tengah. Dalam pernyataan sikapnya, Gerakan Aksi Mahasiswa Cinta Tanah Air meminta Gubernur Kalteng, H. Agustiar Sabran, untuk memperbaiki manajemen pemerintahan daerah terkait kebijakan lingkungan dan tambang.
“Good governance itu bukan hanya jargon. Harus diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama dalam pengelolaan program pusat karbon. Kami minta gubernur bertanggung jawab atas transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam program-program mitigasi perubahan iklim,” ujar Irwan Satria, mahasiswa Fakultas Kehutanan yang juga turut berorasi.
Mereka juga menuntut evaluasi dan audit menyeluruh terhadap seluruh kebijakan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) di Kalimantan Tengah, termasuk izin-izin usaha yang terindikasi merusak hutan dan lahan gambut.
“Kalteng sudah terlalu lama dibiarkan menjadi ladang eksploitatif. Deforestasi terus meluas, masyarakat adat terpinggirkan, dan ruang hidup mereka dirampas oleh perusahaan-perusahaan besar. Kami meminta DPRD dan Gubernur mencabut izin bagi perusahaan-perusahaan perusak lingkungan, dan menghentikan seluruh praktik perampasan ruang hidup masyarakat adat,” seru Fikri Maulana, mahasiswa asal Palangka Raya yang menjadi juru bicara aksi.
Jurnalis: irawatie
