

Jawapostnews.co.id, Tangerang – Kasus penyelesaian lahan kembali diajukan ke Pengadilan Negeri Tangerang dalam perkara No. 567/Pdt.G/2024/PN.Tng, dengan agenda sidang gugatan yang diajukan oleh ahli waris M. Yusuf terhadap sejumlah tergugat. Ruang sidang 4 Pengadilan Negeri Kota Tangerang. Selasa, (22/10/2024).
Dalam gugatan ini, Tergugat VII adalah Anharudin, ahli waris Bana, sedangkan Tergugat VIII adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang. Kuasa hukum dari Pemkot Tangerang, Dodi, bersama pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang dan PT Angkasa Pura II juga turut tergugat, turut hadir dalam sidang ini.
Gugatan yang dikemukakan oleh ahli waris M. Yusuf menyoroti penggunaan girik palsu dengan nomor girik 978/3478/78/145. Dalam gugatannya disebutkan bahwa girik yang sah atas tanah tersebut sebenarnya dicatat dengan nama Rasam, bukan M. Yusuf. Hal ini menjadi salah satu inti perdamaian dalam suhu yang semakin kompleks.
Anharudin dan Hubungan Keluarga dengan Penggarap Lahan
Anharudin, yang menjadi salah satu tergugat dalam perkara ini, merupakan anak dari almarhum Bana dan cucu dari Ambas. Kakeknya, Ambas, dikenal sebagai pengawas (centeng) yang ditugaskan oleh pemilik lahan asli, seorang Tionghoa bernama Lie Pie Goan, dengan alas hak Girik C 1153. Lahan tersebut tercatat dengan luas sekitar 8.120 meter persegi, terletak di Kelurahan Selapajang Jaya, Kecamatan Neglasari, KotaTangerang.
Ketika dilakukan penyediaan lahan untuk pembangunan Runway III Bandara Soekarno-Hatta, pemilik lahan, Lie Pie Goan, tidak diketahui keberadaannya. Akibatnya, tim Panitia 9 yang bertugas melakukan pendataan, mencatat nama Bana sebagai penggarap lahan tersebut, dan Pemkot Tangerang sebagai penerima uang ganti rugi. Meski begitu, catatan ini menimbulkan permasalahan, karena berdasarkan bukti hukum, lahan tersebut masih tercatat atas nama Lie Pie Goan dengan girik C 1153.
Kontroversi Status Penggarap dan Kepemilikan Lahan
Dalam konferensi tersebut, kuasa hukum dari pihak ahli waris Lie Pie Goan menegaskan bahwa Bana, sebagai penggarap atau centeng, bukanlah pemilik sah dari lahan tersebut.
“Status penggarap tidak memberikan hak kepemilikan. Kami memiliki bukti kuat berupa girik C 1153 atas nama Lie Pie Goan,” ujar kuasa hukum H. Mas’ud SH, tekanan bahwa kepemilikan lahan yang sah harus berdasarkan dokumen yang benar.
Pemkot Tangerang, yang tercatat sebagai penerima uang ganti rugi, juga menyatakan bahwa mereka bertindak sebagai pengelola aset pemerintah. Namun, hal ini dipertanyakan oleh pihak penggugat, karena dasar surat kepemilikan harus sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa memicu kerugian bagi pemilik lahan asli.
Sejarah Lahan dan Hubungan dengan Pemilik Asli
Ambas, kakek dari Anharudin, bekerja sebagai centeng untuk mengawasi lahan milik Lie Pie Goan, yang dikenal dengan nama Tuan Burik. Lahan yang terletak di Desa Kedaungwetan (kini Kelurahan Selapajang Jaya) tersebut diukur ulang oleh panitia pembangunan Runway III Bandara Soekarno-Hatta, dengan hasil pengukuran menunjukkan luas total 8.120 meter persegi. Anharudin menjadi Saksi dan penunjuk batas tanah dalam pengukuran tersebut.
Kasus Persidangan ini terus berlanjut, dengan berbagai pihak menunggu keputusan pengadilan mengenai status kepemilikan lahan dan dugaan penggunaan girik palsu.
Sengketa ini menyoroti pentingnya keabsahan dokumen dan penegakan hukum dalam kasus-kasus pertanahan, terutama yang melibatkan proyek pembangunan berskala besar seperti perluasan Bandara Soekarno-Hatta.
(is/is)
