

Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah — Kondisi lingkungan di kawasan anak Sungai Kapuas Mendaun, Kecamatan Kapuas Tengah, kian memprihatinkan. Aktivitas tambang emas ilegal dengan menggunakan alat berat excavator semakin merajalela tanpa hambatan, mengancam ekosistem hutan dan sungai secara permanen.
Menurut hasil pantauan lapangan dan investigasi media, tambang ilegal di lokasi tersebut dilakukan secara terang-terangan, bahkan dikabarkan dibekingi oleh oknum aparat berseragam loreng. Alat berat dikerahkan langsung ke tengah hutan dan bantaran sungai, membuat kontur tanah rusak, air sungai tercemar lumpur, serta flora dan fauna setempat terganggu.
“Tambang ilegal dengan alat berat di kawasan seperti anak Sungai Kapuas Mendaun ini jelas akan menimbulkan kehancuran lingkungan yang luar biasa. Kerusakan ini akan sulit dipulihkan jika tidak segera dihentikan,” ujar Frans alias Endut, aktivis lingkungan yang sejak lama mengawal isu tambang di Kalteng.
UU Minerba: Tambang Ilegal Bisa Dipidana 10 Tahun
Frans menegaskan bahwa aktivitas tambang emas ilegal tersebut telah melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Bunyi pasal tersebut menyatakan:
“Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), IUPK, atau IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”
Dengan landasan hukum itu, Frans mendesak agar aparat penegak hukum dari tingkat bawah hingga pusat segera turun tangan, termasuk Polsek, Polres, Polda, Subdit Tipidter Bareskrim Mabes Polri, serta instansi pertambangan provinsi dan pusat seperti Dinas ESDM dan Balai Satker Distamben Kementerian ESDM.
Desakan Penertiban dan Penindakan Tegas
Frans menyampaikan bahwa jika penindakan terus ditunda, maka kerusakan akan semakin parah dan tidak ada yang tersisa untuk anak cucu bangsa di masa depan.
“Kalau semakin lama dibiarkan, maka semakin rusak alam kita. Sungai bisa mati, tanah bisa longsor, dan hutan jadi gundul. Jangan sampai kita wariskan kehancuran pada generasi selanjutnya. Aparat hukum dan instansi terkait harus bertindak cepat dan tegas,” tegasnya.
Ia juga menyoroti lambannya respons dari pihak terkait, padahal laporan dan bukti-bukti keberadaan tambang ilegal sudah beredar luas di media sosial maupun forum-forum masyarakat.
Tantangan Penegakan Hukum
Sayangnya, langkah penegakan hukum belum berjalan optimal. Beberapa jurnalis bahkan mengaku mengalami intimidasi dan pemblokiran saat mencoba mencari tanggapan dari institusi militer yang diduga terlibat. Dandrem 102/Pjg disebut-sebut tidak memberikan klarifikasi, bahkan memblokir nomor kontak awak media.
“Kita tidak sedang menyerang institusi, tapi sedang mencari kebenaran demi kepentingan publik dan lingkungan. Jika aparat justru membungkam media, ini menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan perlindungan lingkungan,” pungkas Frans.
Reporter: ira
