
JawaPostNews.co.id, Aceh – Pencalonan Mawardi Nur sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Aceh tengah menjadi perbincangan hangat. Sejumlah pihak mempertanyakan kredibilitasnya, terutama terkait rekam jejak dan pengalamannya dalam dunia bisnis serta organisasi. Sorotan juga mengarah pada jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pembangunan Aceh (PT PEMA) yang dinilai masih penuh kontroversi.
Keputusan Mawardi untuk maju dalam pemilihan Ketua HIPMI Aceh memicu reaksi dari berbagai kalangan, termasuk pengusaha, akademisi, dan aktivis yang meragukan kapasitasnya. Mereka menilai bahwa HIPMI sebagai organisasi yang mewadahi pengusaha muda harus dipimpin oleh figur yang memiliki pengalaman mumpuni dalam bisnis dan kepemimpinan.
“Kita butuh sosok yang benar-benar paham dunia usaha, bukan sekadar mencari jabatan atau popularitas. Jangan sampai HIPMI Aceh dipimpin oleh orang yang belum teruji dalam bisnis maupun organisasi,” ujar seorang pengusaha muda Aceh yang enggan disebutkan namanya.
Sorotan terhadap Jabatan di PT PEMA
Isu lain yang tak kalah menarik adalah desakan agar Mawardi Nur mundur dari jabatan Direktur Utama PT PEMA jika serius mencalonkan diri sebagai Ketua HIPMI Aceh. Beberapa pengamat menilai bahwa keterlibatan Mawardi di dunia bisnis daerah masih minim, sementara pengelolaan PT PEMA pun masih jauh dari kata optimal.
Sejak awal penunjukannya sebagai Dirut PT PEMA, Mawardi sudah menuai kritik. Banyak yang menilai bahwa proses seleksinya tidak transparan dan cenderung bermuatan politis. Kritikan ini kembali mencuat saat dirinya mencalonkan diri di HIPMI, mengingat PT PEMA adalah perusahaan daerah yang membutuhkan kepemimpinan penuh waktu dan profesionalisme tinggi.
“PT PEMA bukan milik pribadi, tetapi perusahaan daerah yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas. Kalau dia ingin fokus di HIPMI, sebaiknya mundur saja dari PT PEMA agar tidak ada konflik kepentingan,” kata seorang pengusaha yang dekat dengan industri daerah.
Lebih lanjut, mereka menekankan bahwa PT PEMA membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kredibilitas dan keahlian dalam mengelola perusahaan daerah, bukan orang yang hanya mengejar jabatan di berbagai organisasi.
Desakan Pengawasan dari Pemerintah dan DPRA
Kritik terhadap Mawardi juga datang dari Muhammad Nur, Direktur Forbina—sebuah lembaga yang kerap mengawasi tata kelola bisnis di Aceh. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) harus meningkatkan pengawasan terhadap PT PEMA agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak kompeten.
“Jabatan Dirut PT PEMA bukan untuk main-main. Pemerintah harus memastikan bahwa yang memimpin perusahaan ini adalah orang-orang yang benar-benar memiliki keahlian dan integritas. Jangan sampai PT PEMA dijadikan batu loncatan untuk kepentingan pribadi,” tegas Muhammad Nur.
Ia juga mempertanyakan kinerja Mawardi di PT PEMA yang hingga kini dinilai belum menunjukkan hasil signifikan. Menurutnya, sebelum berpikir menjadi Ketua HIPMI Aceh, Mawardi harus membuktikan dulu bahwa dirinya mampu membawa PT PEMA ke arah yang lebih baik.
“HIPMI Aceh butuh pemimpin yang benar-benar fokus pada pengembangan ekonomi daerah, bukan seseorang yang masih memiliki tanggung jawab besar di tempat lain tapi ingin mengejar jabatan tambahan,” tambahnya.
Tantangan bagi Mawardi Nur
Dengan berbagai kritik dan tuntutan yang muncul, pencalonan Mawardi Nur di HIPMI Aceh kini semakin penuh tantangan. Jika tetap maju tanpa mundur dari PT PEMA, ia berisiko menghadapi isu konflik kepentingan yang bisa menghambat kedua peran tersebut.
Kini, publik menunggu langkah yang akan diambil oleh Mawardi. Akankah ia bertahan di PT PEMA sekaligus mengejar kursi Ketua HIPMI, atau memilih salah satu agar dapat lebih fokus? Yang jelas, sorotan terhadap kepemimpinannya tidak akan berhenti dalam waktu dekat.
Reporter: Rifqi
