

Jawapostnews.co.id, Ogan Komering Ilir, Sumsel — Sebuah peristiwa memilukan terjadi di Dusun IV, Desa Padang Bulan, Kecamatan Jejawi, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Pada malam tragis tanggal 30 Oktober 2023, Saidina Ali, seorang petani karet sekaligus kepala keluarga yang dikenal ramah, ditemukan tewas bersimbah darah di kebun karet. Namun, kasus ini menjadi sorotan publik karena muncul dugaan kuat terjadi salah tangkap terhadap Angkasa (58), warga sekitar yang juga dikenal dengan panggilan Ujang Kocot.
Kronologi Malam Nahas
Senin malam itu, Angkasa menghadiri acara hajatan sunatan di rumah panggung milik Ibu Babay, tetangga di dusun yang sama. Acara dimulai setelah salat Magrib, dilanjutkan pembacaan Yasin, tahlil, dan doa selamat, kemudian berlanjut hingga tengah malam dengan hiburan karaoke organ tunggal.
Sekira pukul 23.00 WIB, Angkasa sempat berbincang dengan Saidina Ali dan seorang pria bernama Mizar yang hendak pulang lebih dulu. Ia hanya menyampaikan pesan agar mereka hati-hati karena kondisi jalan becek. Tak lama kemudian, Angkasa pun pulang menumpang motor milik Mulyadi. Sekitar 100 meter dari lokasi hajatan, mereka dihentikan oleh seorang warga bernama Abadi, yang memberi tahu bahwa telah terjadi pembacokan di kebun karet.
Ketiganya segera menuju lokasi. Di sana, mereka mendapati Saidina Ali sudah tergeletak tak bernyawa, penuh luka bacokan. Sementara Mizar berdiri terpaku di samping jasad, tampak dalam kondisi shock berat.
Mulyadi segera menghubungi anak korban, Ardianto alias Bujang, dan beberapa warga lainnya. Tak lama, lokasi kejadian pun ramai oleh warga yang datang. Angkasa hanya berdiri menyaksikan tanpa menyentuh apa pun.
Penangkapan yang Mengejutkan
Namun dua hari setelah kejadian, pada 1 November 2023, Angkasa secara mengejutkan ditangkap oleh pihak Polsek Jejawi dan Polres OKI. Penangkapan ini berdasarkan kesaksian Mizar yang menyebut bahwa suara pelaku terdengar mirip dengan suara Ujang Kocot Angkasa bin Hanif.
Hal yang lebih mengejutkan lagi, saat pemeriksaan pada 2 November, Angkasa mengaku mengalami kekerasan fisik. Ia disetrum, dipukul, bahkan sampai pingsan.
“Bapak dipaksa mengaku. Tapi bagaimana mau mengaku kalau memang bukan dia pelakunya?” ujar salah satu keluarga Angkasa kepada wartawan. Dijakarta, Rabu, (7/5/2025).
Kesaksian Saksi Kunci Berubah
Kesaksian Mizar, yang menjadi dasar penangkapan, mulai diragukan. Pada 30 November 2023, tepat sebulan setelah kejadian, Mizar datang ke Polres OKI untuk mencabut keterangannya. Ia menyebut bahwa pernyataan sebelumnya diberikan karena merasa terancam. Dalam keterangan baru, Mizar menyebut pelaku sebenarnya adalah tiga orang: Hendra, Samin, dan Riki.
Tak cukup sampai di situ, pada 12 Desember 2023, Mizar datang kembali ke Polres OKI dan membuat surat pernyataan tertulis. Di dalamnya, ia mengungkapkan bahwa dirinya juga sempat dibacok oleh Hendra di bagian paha kanan dan kiri. Ia menyebut ketiga pelaku itu secara jelas, dan menyatakan bahwa Angkasa sama sekali tidak terlibat.
Sayangnya, keterangan ini tidak pernah ditindaklanjuti secara serius oleh penyidik.
Barang Bukti Tak Lengkap, Proses Hukum Tetap Jalan
Sepanjang Desember 2023 hingga Februari 2024, kejaksaan dua kali mengembalikan berkas perkara Angkasa karena dinilai tidak lengkap. Barang bukti penting seperti parang, topeng, dan pakaian berdarah tak pernah ditemukan. Yang disita hanya pakaian milik korban sendiri.
Ironisnya, pada Maret 2024, berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kayuagung. Sidang digelar dengan nomor perkara 89/pld.B/2024/pn kag, walau saksi-saksi menyatakan bahwa Angkasa tidak pernah meninggalkan hajatan saat waktu kejadian.
Kesaksian Anak Korban: “Kami Mau Keadilan, Bukan Kambing Hitam”
Asmara, anak keempat dari almarhum Saidina Ali, akhirnya angkat bicara kepada media. Dalam pernyataan panjangnya, ia menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap proses hukum yang dianggap janggal dan tidak transparan.
“Kami keluarga korban sangat terpukul dengan kematian ayah kami. Tapi yang lebih menyakitkan adalah ketika melihat orang yang tidak bersalah dijadikan tersangka. Kami tahu betul siapa Angkasa. Beliau ikut hajatan malam itu sampai selesai. Banyak warga yang melihat. Dan kami tidak pernah menuduh beliau. Justru kami ingin pelaku yang sebenarnya ditangkap.” ucap Asmara.
“Saya sendiri melihat kondisi jenazah ayah saya. Itu luka bacokan brutal. Tapi kenapa barang bukti utama seperti parang atau pakaian berdarah tidak ada? Apa mungkin orang membunuh dan tidak meninggalkan jejak sama sekali?” ucapnya.
“Kami mendengar langsung dari Mizar bahwa dia ditekan, bahkan sempat dibacok juga. Kenapa keterangan itu tidak dijadikan dasar penyelidikan baru? Kami sebagai keluarga korban tidak ingin ada yang jadi tumbal. Kami hanya ingin keadilan yang sebenar-benarnya.” tegasnya.
Desakan Pengusutan Ulang dan Perhatian Nasional
Kasus ini semakin menarik perhatian publik. Sejumlah praktisi hukum, lembaga bantuan hukum, Jaka Syahroni SH, CPM Ketua Perkumpulan Advokat Betawi selalu kuasa hukum hingga tokoh masyarakat mulai menyoroti proses penegakan hukum dalam perkara ini. Mereka menilai, dugaan salah tangkap terhadap Angkasa perlu segera diselidiki ulang secara independen.
“Kalau benar ada tiga pelaku dan satu orang dijadikan kambing hitam, ini adalah tragedi ganda: korban sudah mati, tapi keadilan malah dikubur,” ujar seorang praktisi hukum perkumpulan advokat Betawi.
Keadilan Masih Jadi Tanda Tanya
Kematian Saidina Ali adalah duka bagi keluarga dan masyarakat Padang Bulan. Namun jika benar Angkasa hanyalah korban salah tangkap, maka kasus ini bisa menjadi cermin buram penegakan hukum di negeri ini. Akankah keadilan ditegakkan, atau akan terus terkubur bersama luka keluarga yang belum sempat sembuh?
Reporter: Gusti Kabiro Jambi dan Tim Media
Editor: Is/is
